• your image alt

    Saung Lilbee

    Belajar dipagi hari sambil menikmati suasana alam yang asri, dibawah pepohonan yang rindang, diatas rumput nan hijau menjadikan suasana belajar menyenangkan

  • your image alt

    Halaman Ruang Sentra

    Belajar dipagi hari sambil menikmati suasana alam yang asri, dibawah pepohonan yang rindang, diatas rumput nan hijau menjadikan suasana belajar menyenangkan

  • your image alt

    Siswa-siswi Lilbee

    Para guru berfoto bersama siswa-siswi angkatan ke 2

  • your image alt

    Wisuda Siswa-siswi Lilbee Angkatan ke 3 Th 2012

    Siswa-siswi Taman Bermain Lilbee yang wisuda berfoto bersama dengan ayah dan bunda tercinta

  • your image alt

    SD Lilbee

    Sekolah Lilbee membuka pendaftaran siswa baru th ajaran 2013-2014

  • your image alt

    Konsep dan Kurikulum SD Lilbee

    Sistem pendidikan modern berbasis karakter dan alam

Bersaing Mengasuh Anak

Percakapan seperti ini sering kali Bunda jumpai;
Ibu A: ”Anakku sudah bisa membaca, lho padahal umurnya baru 2 tahun.”
Ibu B: ”Oia? Si kakak umur segitu malah sudah bisa menulis. Telaten ajarkan nulis juga dong.”
Ibu C: ”Meski belum bisa menulis, anakku luar biasa cerdasnya. Kadang aku berpikir tumbuh kembangnya lebih cepat dibanding anak-anak seusianya.”

Sadar nggak kalau kadang kita berpikir dan beranggapan anak kita selalu lebih hebat dibanding anak lainnya. Dan hal ini juga yang membuat kita bersikap, bahwa pola asuh yang kita terapkan paling oke dibanding yang lain. Kenapa begitu? Menurut Jane Swigart, Ph.D., penulis The Myth of the Perfect Mother, Kita memang berada di lingkungan yang penuh dengan situasi persaingan, dan ini terjadi pula di lingkungan sesama ibu.

Awalnya, persaingan antar ibu ini muncul ketika masa kehamilan, di mana banyak ibu yang ramai-ramai membandingkan kehamilannya. Begitu pun pas persalinan. Bunda masih ingat bagaimana pandangan seorang ibu yang seolah mencibir ibu lain ketika harus melahirkan secara sesar. ”Kalau nggak merasakan kontraksi mah namanya lahiran ’boongan’, bu. Hehe,” begitu ujarnya. Belum lagi ketika kita—misalnya—nggak bisa memberikan ASI dengan alasan tertentu. Sudah pasti bakal ada protes keras dari sebagian itu yang otomatis membuat kita makin merasa gagal dan terpuruk. Ditambah ketika ada saja yang membandingkan tumbuh kembang anak kita dengan anaknya yang—menurutnya—jauh lebih hebat. Baru ngerasa deh, motherhood itu keras, bung!

 Dorongan dan perasaan ingin menilai ibu lain itu hal yang lumrah dan Bunda nggak menyalahkan hal tersebut. Tapi ada baiknya kita juga memikirkan efek lain dari penilaian tersebut. Merasa anak tetangga lebih pintar, ada lho ibu yang memaksa anak untuk kursus ini itu dengan tujuan agar anak bisa pintar. Salah? Nggak juga, namun bagaimana dari segi mental anak? Apa anak akan merasa happy? Apa anak sempat bermain? Apa menjadi pintar bagi mereka itu keharusan?

Para ahli psikologi sepakat, biasanya Ibu memiliki kecenderungan lebih kritis terhadap perkembangan anaknya. Dan sikap kritis ini pula yang memicunya untuk terus membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain. Dalam batas tertentu, sikap membanding-bandingkan bisa jadi motivasi positif, tapi lebih sering justru membuat ibu lain rendah diri dan merasa gagal.
 
Satu hal nih yang mungkin sama-sama harus kita sadari. Setiap anak memiliki keunikan masing-masing dan perkembangan sesama anak nggak bisa dipukul rata. Ketika anak Anda bisa berdiri, mungkin saja anak tetangga yang seumuran masih belajar merangkak atau anak sepupu bakhan sudah bisa berjalan. Hal ini wajar kok, karena masing-masing anak punya kecepatan perkembangan yang berbeda-beda.

Jadi, mari bersaing positif dalam mengasuh anak, namun tetap mengingat ada batasan-batasan tertentu. Setiap orang tua punya hak mutlak dalam gaya pengasuhan anaknya. Pengasuhan yang tepat bagi kita belum tentu bagi mereka. Yuk dukung sesama orang tua dengan tidak membandingkan segala hal yang bisa membuat orang tua lain rendah diri. Tetap bersyukur dengan segala yang sudah kita miliki dan mencoba mendukung mereka yang membutuhkan. Dengan begini, rasanya nggak akan ada anak yang merasa dikorbankan demi ego kita sebagai orang tua, setuju?


Read More
Minggu, 02 September 2012 0 komentar

Anak Hiperaktif



Memiliki rasa ingin tahu yang besar sebenarnya adalah hal yang wajar dimiliki oleh setiap anak. Akan tetapi setiap orangtua harus lebih kritis dalam mencermati perilaku anak. Perilaku anak yang sangat akif dapat merupakan suatu hal yang normal ditemukan maupun bagian dari sebuah kondisi medis yang disebut ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan, ditandai dengan berbagai keluhan seperti perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktivitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Tiga gejala utama yang nampak pada perilaku seorang anak ADHD adalah :

- Inatensi atau kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian secara utuh terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal lain

- Hiperaktif  yaitu perilaku yang tidak bisa diam. Duduk tenang merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Anak akan bangkit dan terus berlari, berjalan, bahkan memanjat-manjat. Selain itu, ia cenderung banyak berbicara dan menimbulkan suara berisik.

- Impulsif yaitu kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak sabar)


Seorang anak dapat dikatakan memiliki gangguan hiperaktif apabila memiliki setiap keluhan di atas yang menetap minimal selama 6 bulan, baik di rumah maupun lingkungan sekolah, dan terjadi sebelum anak mencapai usia 7 tahun.

Saat ini yang diperlukan adalah kesabaran Anda untuk membimbing dan mengajari anak Anda bagaimana berperilaku yang baik dan benar dengan memberikan contoh yang baik untuk anak Anda. Memang, tidak semua perilaku anak yang sangat aktif dapat digolongkan sebagai ADHD akan tetapi orangtua harus tetap waspada dan lebih cermat dalam menilai perilaku anak. Apabila Anda merasa bahwa anak Anda telah memenuhi kriteria di atas, maka sebaiknya Anda segera mengonsultasikannya ke psikolog atau psikiater anak untuk memastikannya, agar terapi dapat segera dilakukan secara optimal. Hal ini penting karena gangguan hiperaktivitas dapat berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik anak, serta kemampuannya dalam menyerap pelajaran dan bersosialisasi.

Read More
0 komentar

Cara Mengatasi Persaingan Diantara Anak

Bagaimanakah cara mengatasi persaingan diantara anak
Michael dan Michelle adalah kakak beradik. Michael lebih sering dipuji ortunya karena ia anak yang berprestasi di sekolahnya. Sedangkan Michelle mempunyai prestasi yang biasa-biasa saja dan orangtuanya jarang sekali memuji Michelle. Jika Michelle mendapatkan nilai ujian yang biasa-biasa saja, Ibu sering berkata “Kenapa sih kamu tidak bisa seperti kakakmu yang bisa mendapatkan nilai seratus?”. Michelle merasa ibunya tidak menyayanginya dan tidak menghargai usahanya. Dalam diri Michelle timbul perasaan iri hati terhadap Michael. Michelle melihat kakaknya sebagai saingan untuk memperoleh penghargaan dari ortunya.

Rasa persaingan di antara kakak dan adik merupakan hal biasa yang sering terjadi di dalam keluarga. Hal ini bisa timbul karena tindakan orangtua yang kurang mengerti bagaimana bersikap adil terhadap anak-anaknya. Orangtua kadangkala merasa sudah adil dengan melihat keadilan itu dari sudut pandang (persepsi) orangtua saja. Orangtua kurang memahami sifat adil itu dengan memperhitungkan bagaimana perasaan anaknya dan dampaknya terhadap relasi bersaudara di antara anak-anaknya.

Berikut ini ada beberapa tips untuk mengatasi persaingan di antara Anak :

Pujilah anak-anak Anda secara bersamaan

Setiap manusia adalah mahluk yang membutuhkan penghargaan dari sesamanya,terutama dari orang yang terdekat yaitu orangtua. Jika salah satu anak Anda mendapatkan nilai yang bagus, Anda dapat berkata “Wah anak Ayah/Ibu pintar sama seperti kakaknya/adiknya.”Jika kedua anak Anda sedang membuat pekerjaan sekolah bersama-sama,misalnya melukis bersama. Anda dapat memuji hasil pujian anak Anda secara bersamaan. “Wah kamu berdua membuat lukisan yang bagus sekali, Ayah/Ibu bangga sama kalian.”

Luangkan waktu untuk beraktifitas bersama dengan anak-anak Anda

Anak-anak sangat senang jika beraktifitas bersama orangtua mereka. Luangkan waktu Anda untuk beraktifitas bersama,misalnya makan di restoran bersama, berenang bersama, bermain bersama dll.

Bagilah waktu berpergian dengan anak-anak Anda

Atur waktu berpergian dengan salah satu anak Anda secara bergantian. Ada waktunya Anda pergi bersama si kakak, ada waktunya Anda pergi bersama si adik dan ada waktunya pergi sekeluarga.Misalnya saat ini Anda ingin mengajak anak yang kedua untuk berbelanja. Anda dapat meluangkan waktu untuk mendengarkan anak Anda bercerita tentang hari-harinya di sekolah. Sebelum pulang,sebaiknya Anda mengajak anak Anda untuk memberikan oleh-oleh untuk anak yang pertama. Beritahu anak Anda untuk memberikan dan memilihkan sendiri oleh-oleh tersebut untuk saudaranya. Misalnya “Ayo kita belikan barang kesukaan kakak, nanti kamu yang memilihkan dan kamu yang berikan ke kakak ya!”. Katakan kepada anak Anda bahwa mereka penting dan istimewa. “Kamu dan kakak sangat penting dan istimewa bagi Ayah/Ibu”. Hal ini dilakukan supaya anak Anda merasa istimewa dan penting.


Read More
Sabtu, 01 September 2012 0 komentar

Cara Mengatasi Temper Tantrum Pada Anak

Mengatasi temper tantrum pada anak


Raditya duduk dikelas 2 SD. Ia sering menjerit-jerit dan membanting bukunya di lantai jika teman-temannya tidak mau mengajak ia bermain. Di rumahnya, Raditya senang menggigit dan mencubit ayah maupun ibunya jika keinginannya tidak dipenuhi oleh orangtuanya. Ayah Raditya lebih sering membujuknya dengan membelikan mainan untuk Raditya. Hal ini dilihat Raditya sebagai peluang untuk mencari perhatian dan bujukan kepada orangtuanya agar cepat memberikan apa yang ia inginkan. Ibu Raditya kadang merasa tidak sabar menghadapi sikap raditya yang sering marah-marah untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Ibu Raditya kadang kala memarahi dan mencubit Raditya agar Raditya menurut dan tidak marah-marah. Sebaliknya, Raditya malah semakin menjadi kemarahannya. Ia sering membanting mainannya dan menangis sekeras-kerasnya. Anak seperti Raditya perlu di tangani sejak dini, agar ketika ia dewasa ia dapat mengendalikan emosinya dan tidak melukai orang lain. Raditya mengalami gejala yang disebut dengan temper tantrum.

Temper  tantrum adalah ledakan amarah yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat dikendalikan oleh anak tersebut. Biasanya ini terjadi untuk mencari perhatian orangtua ataupun orang sekitarnya .Hal yang dilakukan anak ketika mengalami tantrum adalah anak cenderung  menangis keras-keras, berteriak, menjerit-jerit, memukul, menggigit, mencubit, membentur-benturkan kepala didinding, membanting barang-barang disekitarnya, menyakiti dirinya sendiri dll.

Temper tantrum biasanya terjadi pada anak usia 1-4 tahun. Meskipun banyak anak- anak usia SD, remaja maupun dewasa pun pernah mengalami ledakan amarah ini. Ada beberaoa penyebab yang memicu terjadinya temper tantrum pada anak :

Frustasi 

Jika anak tidak dapat mencapai sesuatu yang diinginkannya. Mereka bisa merasa gagal,sehingga rasa gagal itu memicu terjadinya frustasi dan akhirnya kemarahan itu pun meledak.

Rasa lelah dan lapar

Rasa lelah dan lapar pada anak dapat menimbulkan emosi negatif. Kegiatan sekolah yang padat dan sedikitnya waktu untuk bermain, membuat anak menjadi cepat marah.

Pola asuh otoriter

Pola asuh orangtua yang otoriter,terlalu menuntut, suka mengkritik dan mengekang kebebasan anak dapat berpengaruh bagi emosinya. Anak menjadi merasa  bosan dan kesal dengan sikap orang tua yang terlalu mengekang, terlalu menuntut dan suka mengkritik. Inilah yang membuat kemarahan anak meledak.

Sifat dasar yang diturunkan orangtua

Jika orangtuanya memiliki sifat dasar yang emosional, biasanya anak mewarisi sifat orangtua tersebut. Anak menjadi cenderung mudah tersinggung, mudah marah dan tidak sabar.

Kebiasaan untuk membujuk anak dengan barang/makanan

Kebiasaan untuk membujuk anak dengan barang/makanan dapat mengakibatkan anak menjadi terbiasa cepat mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Jika anak menangis sebentar, orangtua cenderung panik dan membujuk anak dengan mainan ataupun makanan. Anak mempelajari pola kebiasaan yang dilakukan orangtuanya. Ketika ia menginginkan sesuatu, ia akan menangis dan mengamuk  agar segera keinginannya tersebut di kabulkan oleh orangtuanya.

Berikut ada cara mengatasi anak yang mengalami temper tantrum :

Cari informasi dan Analisis penyebabnya 

Cari informasi kepada orang-orang di sekitarnya. Selanjutnya, analisis penyebab anak marah ataupun mengamuk. Setelah itu baru kita dengan  mudah menentukan langkah yang harus kita ambil dalam menghadapi anak Anda.

Bawa anak Anda ketempat yang tenang dan nyaman

Bawalah anak Anda ketempat yang tenang dan nyaman. Berikan pelukan erat kepada anak Anda.Pelukan dapat memberikan perasaan yang tenang dan aman pada anak

Kendalikan emosi Anda

Kendalikan emosi Anda ketika anak mengalami temper tantrum. Supaya anak tidak bertambah mengamuk dan menganggap Anda sebagai orangtua yang menyiksanya.

 Abaikan dan ajari anak mengatasi kemarahannya

Latih anak Anda untuk bersabar dalam mendapatkan apa yang diinginkannya.Cobalah untuk bersikap tidak peduli akan kemarahannya, agar anak Anda tahu bahwa kemarahannya tidak bisa membeli keinginannya. Katakan padanya, bahwa hanya anak yang menyampaikan keinginan dengan cara yang baiklah yang akan mendapatkan keinginannya itu dari Anda. Bersikaplah asertif dan konsisten terhadap anak Anda,agar anak Anda dapat  berlatih disiplin.

Lakukan Time Out: Kursi diam 

Sediakan sebuah kursi yang Anda sebut sebagai kursi diam. Ketika anak Anda marah dan mengamuk, dudukkan anak di sana, dan ia tidak boleh pergi sampai ia bisa menenangkan diri. Atau mintalah anak Anda untuk masuk ke kamarnya sendiri dan menenangkan diri. Ia boleh keluar kamar dan kembali menyapa Anda setelah ia tenang.

Bersikap jangan menyerah

Jangan menyerah pada emosi negatif anak Anda. Ketika orangtua menyerah, anak akan belajar untuk menggunakan pola perilaku yang sama untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan.

Simpan barang-barang yang berbahaya dari anak Anda

Simpan barang-barang yang berbahaya dari jangkauan anak Anda. Baiknya anda mempunyai sebuah ruangan khusus atau lemari untuk menyimpan barang-barang yangberbahaya,misalnya: benda tajam, benda berapi dll

Berikan pujian kepada anak Anda

Berikan pujian kepada anak Anda bila kemarahannya telah selesai. Anak menjadi tahu dan mengerti bila ia dipuji karena melakukan hal-hal yang baik.
Semoga tulisan ini dapat membantu anak Anda. Selamat mencoba.


Read More
0 komentar